Cerna
(2013) mengambil pendapat Mazmanian dan Sabatier (1983) dalam mendefinisikan
implementasi kebijakan. Dalam pendapatnya, implementasi kebijakan didefinisikan
sebagai pelaksanaan dari sebuah putusan kebijakan, biasanya termaktub dalam
undang-undang, tetapi bisa juga berasal dari putusan-putusan eksekutif atau
pengadilan. Sebuah putusan kebijakan mengindentifikasi masalah-masalah yang
dialamatkan untuk menetapkan dan mencapai tujuan tujuan dan melakukan
strukturisasi proses implementasi.
Keberhasilan
proses implementasi menurut Cerna (2013) tidak terlepas dari konteks politik,
ekonomi, dan social. Dalam berbagai literature, konteks-konteks tersebut
merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi implementasi kebijakan publik.
Apa yang disampaikan oleh Cerna (2013) selaras dengan yang disampaikan oleh
Grindle tentang context of implementation. Baik Cerna maupun Grindle
menyatakan bahwa keberhasilan prose implementasi kebijakan publik dipengaruhi
oleh context of implementation.
Bisa
jadi satu kebijakan dengan kebijakan yang lainnya, dalam pelaksanaannya,
menghadapi context of implementation yang berbeda. Cerna (2013)
mengambil contoh kebijakan pendidikan. Context of implementation kebijakan
pendidikan kiranya berbeda dengan kebijakan kesehatan misalnya, atau dengan
kebijakan lainnya.
Dalam
pelaksanaan kebijakan ini, Cerna mengetengahkan penjelasan mengenai pendekatan top-down
dan bottom-up. Pendekatan tersebut didasarkan pada peran aktor-aktor
serta hubungannya dan tipe kebijakan yang dapat mereka aplikasikan. Dalam
penjelasannya, Cerna menjelaskan kelebihan dan kekurangan pendekatan top-down
dan bottom-up.
Pendekatan
top-down menjelaskan bahwa desain kebijakan berada di aktor pusat dan
terkonsentrasi perhatiannya pada faktor-faktor yang dapat dimanipulasi di
tingkat pusat. Dalam penejalsannya mengenai pendekatan top down, Cerna
mengambil pendapat Sabatier dan Mazmanian dalam mengidentifikasi
variable-variabel legal dan politis sehingga implementasi kebijakan menjadi
efektif. Variabel-variabel terebut diantaranya kejelasan tujuan, teori
kausalitas, struktur legal, komitmen pegawai, dan dukungan kelompok-kelompok
kepentingan. Pendekatan ini dikritik karena kurang memperhatikan berbagai
aktor, terutama aktor-aktor di level bawah. Pendekatan ini menurut Cerna (2013)
lebih terkesan sebagai proses administratif dan mengabaikan aspek politis
(terutama suara masyarakat). Oleh karena itu, muncullah pendekatan bottom-up.
Berbanding
terbalik dengan pendekatan top-down, pendekatan bottom up lebih fokus
pada aktor-aktor di level local. Kebijakan dibuat di level local. Aktor-aktor
tersebut terlibat dalam perencanaan, penganggaran dan eksekusi program-program
pemerintah dan non-pemerintah yang relevan. Dengan penjelasan seperti itu,
pendekatan bottom-up juga tidak terlepas dari kritik. Pendekatan bottom-up
mendapat kritik dalam dua hal, (1) permsalahan control yang bisa jadi lemah
jika tidak diawasi oleh aktor yang memiliki power di level atas dan (2)
pendekatan tersebut cenderung lebih menekankan otonomi.
Dengan
adanya kritik pada masing-masing pendekatan, maka muncullah pendekatan yang
mengkombinasikan kedua pendekatan tersebut. Hanya poin yang menarik dari salah
satu penjelasan dalam pendekatan kombinasi (combined approach) ini
adalah “as a result, implementation varies according to different content
and type of policies”. Pernyataan ini seperti jalan tengah dalam menyikapi
kelebihan dan kekurangan dari masing-masing pendekatan. Efektivitas pelaksanaan
kebijakan bisa lebih karena kecerdikan pelaksana kebijakan mengidentifikasi
content dan tipe kebijakan apakah lebih sesuai dilaksanakan menggunakan
pendekatan top-down atau bottom-up. Terkait model Proses
Implementasi Grindel, secara eksplisit menyebutkan mengadopsi pendekatan
kombinasi mungkin perlu dikaji lebih lanjut. Hanya jika dilihat secara
implisit, sepertinya mengiyakan pendekatan kombinasi. Hal itu karena alur
proses implementasi yang tidak putus atau berkesinambungan dan seperti yang
dijelaskan sebelumnya bahwa kegagalan atau keberhasilan tergantung dari siapa
yang menginterpretasikan. Tergantung interpretasi berarti menguatkan pernyataan
“as a result, implementation varies according to different content and type
of policies”.
Hal
menarik lainnya dalam tulisan Cerna (2013) adalah dalam implementasi kebijakan
publik, tidak dapat dilepaskan dari aktor-aktor yang memiliki kepentingan.
Penjelasan mengenai rational-choice theory menunjukkan hal itu.
Kepentingan aktor-aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan dapat
dikatakan mempengaruhi tercapai atau tidaknya outcomes yang diharapkan.

Tidak ada komentar